MAKALAH
PENDEKATAN FENOMENOLOGI DALAM STUDI ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu, Drs. Miftahuddin, M.Ag.

Disusun Oleh:
- Tony rohmad darmawan (111-11-001)
- Sri sulastri (111-11-012)
- Nur winnarsih (111-11-035)
- Siti nina nur anisa (111-11-041)
- Daya lolita santi (111-11-042)
- Emha arif b (111-11-099)
- Muhammad taslim (111-11-161)
- Nurul fitrianingsih (111-11-213)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT sumber segala kekayaan di dunia ini, yang telah memberikan rezeki yang berlimpah berupa harta yang dititipkan kepada manusia sebagai amanah di muka bumi. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW manusia pilihan yang telah menyampaikan wahyu kepada umatnya yang dapat menerangi kehidupan umat Islam hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan inayah Allah SWT akhirnya Makalah ini dapat terselesaikan meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam. Serta untuk mengetahui secara global mengenai metode memahami agama Islam.
Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya Makalah ini. Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula dengan Makalah ini tidak lepas dari kekurangan.karena memang kesempurnaan yang hakiki hanyalah milik Allah semata.
Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dan memperbaiki sangat kami harapkan demi perbaikan kualitas makalah ini. Semoga sumbangsih Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca budiman. Amien.
Salatiga, 9 Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Sampul...........................................................................
Kata Pengantar.............................................................................
i
Daftar Isi....................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................... iii
Rumusan Masalah......................................................................... iv
Tujuan............................................................................................ iv
BAB II : PEMBAHASAN
Pengertian pendekatan fenomenologi............................................ 1
Tujuan dan tugas pendekatan fenomenologi................................. 1
Objek pendekatan fenomenologi................................................... 2
Karakteristik pendekatan fenomenologi........................................ 3
Langkah-langkah pendekatan fenomenologi................................. 4
Contoh pendekatan fenomenologi................................................. 5
Kelebihan dan kekurangan pendekatan fenomenologi.................. 6
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................
8
Daftar pustaka............................................................................... 9
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai
agama samawi yang terakhir diturunkan, Islam merupakan penyempurna agama-agama
sebelumnya. Sebagai penyempurna, tentu saja terdapat beberapa ajaran Islam yang
sebenarnya telah ada pada agama-agama samawi lainnya. Namun demikian, di waktu
bersamaan, Islam juga meluruskan beberapa ajaran agama samawi sebelumnya yang
diselewengkan oleh para pemeluknya. Inilah kiranya yang mendorong banyak orang
untuk mengkaji dan meneliti Islam lebih dalam lagi, tak terkecuali adalah
orang-orang non muslim yang lebih dikenal sebagai orientalist.
Namun Islam sering
dipahami secara tidak objektif oleh para orientalist. Dari sini kalangan
ilmuwan, peneliti-peneliti agama telah melakukan upaya pendekatan terhadap
fenomena agama yang dianggap cukup strategis ketika sebuah ajaran agama ingin
dicari nilai-nilai kebenarannya. Tradisi-tradisi keberagamaan yang bisa jadi
selama ini hanya sebatas fenomena ritualitas pemeluknya tanpa mengetahui apa
makna dan maksud yang tersembunyi dari perintah maupun larangan Allah SWT. Maka
Islam perlu dipahami secara fenomenologis dalam menangkap pesan yang
disampaikan dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah. Fenomenologi adalah suatu bentuk pendekatan keilmuan yang
berusaha mencari hakekat dari apa yang
ada di balik segala macam bentuk manifestasi agama dalam
kehidupan manusia di bumi.
Pendekatan agama secara
fenomenologis dalam mengkaji Islam melalui pemaknaan ayat-ayat (tanda-tanda)
dari Allah terhadap obyek yang bersifat abstrak maupun hal-hal yang bersifat konkrit . Hal ini dimaksudkan
supaya Islam itu benar-benar dipahami dan dimengerti sesuai dengan sudut
pandang kebenarannya menurut penganutnya sendiri secara hakiki.
Di antara tokoh orientalis yang mengkaji Islam adalah
Annemarie Schimmel. Ia menawarkan pendekatan fenomenologis dalam karya besarnya
Deciphering the Signs of God: a Phenomenological Approach to Islam merupakan
salah satu cara dalam upaya pendekatan pemahaman terhadap Islam melalui
pendekatan Fenomenologi. Dechipering The Signs of God yang berarti menemukan
makna atau apa (rahasia-rahasia) dibalik tanda-tanda Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian Pendekatan
fenomenologi
2.
Tujuan dan tugas pendekatan fenomenologi
3.
Objek pendekatan fenomenologi
4.
Karakteristik pendekatan fenomenologi
5.
Langkah-langkah Metodis Fenomenologi
6.
Contoh pendekatan fenomenologi
7.
Kelemahan dan kelebihan pendekatan fenomenologi
C. Tujuan
1.
Memahami
pendekatan fenomenologi dalam studi Islam
2.
Mengetahui tujuan dan tugas fenomenologi dalam studi
Islam
3.
Mengetahui sasaran pendekatan fenomenologi dalam studi
islam
4.
Mamahami ciri khas pendekatan fenomenologi studi Islam
5.
Mengetahui dan memahami langkah-langkah pendekatan
fenomenologi dalam studi Islam
6.
Memahami studi kasus yang diselesaikan menggunakan
pendekatan fenomenologi
7.
Mengetahui keterbatasan dan keunggulan pendekatan
fenomenologi dalam studi Islam
Bab II
PEMBAHASAN
- Pengertian Pendekatan fenomenologi
Dalam mempelajari agama diperlukan berbagai macam pendekatan agar
agama itu mudah dipahami. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara
pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya
digunakan dalam memahami agama 1
Fenomen (phenom) berarti obyek atau apa yang diamati, Fenomena
(phenomena) merupakan hal-hal (fakta atau peristiwa) yang dapat diamati oleh
pancaindera. Sedangkan fenomenologi merupakan cabang ilmu filsafat yang
mempelajari fenomen. Dalam falsafah , pengamatan teliti atas suatu gejala, tanpa
mempermasalahkan asal gejala
Fenomenologi agama adalah Ilmu yang mempelajari agama sebagai
suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif dengan menggunakan
analisa deskriftif. 2jadi
Pendekatan fenomenologi adalah
pendekatan agama dengan cara membandingkan berbagai macam gejala dari
bidang yang sama antara berbagai macam agama
- Tujuan dan tugas pendekatan fenomenologi
Sejak zaman Edmund Husserl, arti fenomenologi telah menjadi
filsafat dan menjadi metodologi berpikir. Sebagai sebuah aliran filsafat,
Edmund Hussrel dianggap sebagai pendirinya. Dalam konteks studi agama,
pendekatan fenomenologi tidak bermaksud untuk memperbandingkan agama-agama
sebagai satuan-satuan besar, melainkan menarik fakta dan fenomena yang sama
yang dijumpai dalam agama yang berlainan, mengumpulkan dan mempelajarinya per
kelompok.
Pada intinya ada tiga tugas yang harus dipikul oleh fenomenologi
agama, yatu: pertama, mencari hakikat ketuhanan. Kedua, menjelaskan teori
wahyu. Dan ketiga, meneliti tingkah laku keagamaan3
Tujuan dari fenomologi adalah
a. Mengungkapkan atau
mendeskripsikan makna sebagaimana yang ada dalam data (gejala) dalam bentuk
kegiatan-kegiatan, tradisi-tradisi, dan simbol keagamaan.4
b. Memahami pemikiran, tingkah laku, dan lembaga-lembaga
keagamaan tanpa mengikuti salah satu teori filsafat, teologi, metafisika,
ataupun psikologi untuk memahami islam. Karena pada dasarnya semua ciptaan
Tuhan itu mengagungkan kebesaran-Nya dengan caranya masing-masing. Jadi, semua
yang ada di alam ini bisa dilihat dengan kacamata agama untuk mengantarkan pada
pemahaman terhadap Yang Maha Esa
- Objek pendekatan fenomenologi
Objek kajian Schimmel dalam memahami Islam dengan menggunakan pendekatan
fenomenologis adalah seluruh apa yang terdapat di alam ,yang terdiri dari empat
lapisan.
1. Lapisan
terluar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
a.
objek yang suci, ruang yang suci di mana tinggal di dalamnya tata cara memuja
Tuhan, waktu yang suci di mana dilaksanakan ritual keagamaan, angka suci yang
dengannya diukur kesucian objek, ruang, waktu, kata-kata, manusia, dan
perbuatan yang suci
. b.
kata-kata yang suci, yaitu kata-kata yang diucapkan (firman Tuhan, doa,
nama-nama Tuhan, sabda-sabda, mitos, legenda, ramalan, ajaran, doktrin,
penebusan dosa, pujian, rasa syukur, permohonan, penyerahan.
c.
manusia yang suci dan masyarakat yang suci.
Dalam pandangan Schimmel, ketiganya
merupakan sesuatu yang bisa diobservasi, bisa dilihat, didengarkan. Agama
menurutnya bukanlah sesuatu yang tak nyata tapi merupakan sebuah komuni fisik
dengan sang Tuhan.
2. lapisan dalam yang pertama.
Schimmel menyebutnya sebagai the world of religious imagination
yang terdiri dari konsep ketuhanan, konsep penciptaan , konsep wahyu, konsep
penebusan dosa/penyelamatan, dan konsep tentang hari akhir .
3.
lapisan dalam kedua
Wilayah ini menjelaskan apa yang terjadi jauh dalam hati seseorang
sebagai pandangan rasional tentang Tuhan. Di sini terdapat nilai-nilai keagamaan
yang di dalamnya merupakan dari manusia yang suci, objek suci dan perbuatan
yang suci seperti penghormatan terhadap Tuhan, taqwa, iman, harapan, dan cinta
kepada Tuhan.
4.
Lapisan yang paling dalam (pusat)
merupakan realitas ketuhanan yang hanya bisa dipahami melalui
seluruh pikiran dalam, pengalaman hati,
melalui dua pengertian.
Pertama, Tuhan sebagai wajah
yang tampak dari sudut pandang manusia sebagai Yang Maha Suci, Maha Benar, Maha
Adil, Maha Cinta, Maha Pengasih, Sang Penyelamat, yaitu Tuhan yang personal
yang diekspresikan dengan kata “KAU”.
Kedua, sebagai Tuhan yang Maha Agung yang
diekspresikan sebagai “DIA” sebagai kesatuan yang absolute.[5]
Dari
pandangan Schimmel tentang aspek-aspek yang suci tersebut terdapat pada alam ,
ruang dan waktu, perbuatan, firman Tuhan dan kitab, individu dan masyarakat,
serta Tuhan dan ciptaan-Nya.
Menurut
William C. Chittick, dalam http://fundonesia.com/islamic-thought/tinjauan-kritis-atas-pemikiran-annemarie-schimmel-tentang-pendekatan-fenomenologis-dalam-studi-islam/#ixzz2TS0aLOc9, karya Schimmel memberikan pencerahan
pemahaman Islam sepanjang masa. Lebih penting lagi, pemilihan pendekatan
fenomenologisnya sebagai kerangka berpikir, memungkinkan apresiasi oleh tradisi
keagamaan yang lain.
Dalam
karyanya, Schimmel berusaha mengungkap apa sebenarnya yang terdapat di balik
kepercayaan yang menyebar di kalangan kaum muslim bahwa setiap benda, tempat,
waktu, atau tindakan mengandung hikmah tertentu serta dapat dijadikan fondasi
dalam melakukan pendekatan terhadap Islam. Ia menyimpulkan dengan teliti setiap
respon terhadap misteri ilahi berdasarkan sumber orisinil, baik literature
klasik maupun modern, dan pengalaman pribadi yang bisa dipertimbangkan
kebenarannya.[2]6
- Karakteristik pendekatan fenomenologi
Pendekatan
fenomenologi dalam penilitian bidang kajian islam dipahami sebagai sikap
seorang peneliti untuk menempatkan sikap empati terhadap islam dan umatnya.
Subjektivitas menjadi tantangan bagi peneliti dengan pendekatan fenomenologis.
Karena seorang peneliti harus menempatkan islam berdasarkan apa yang dipahami
oleh umatnya, bukan berdasarkan prasangka apalagi berdasarkan pemahaman
peneliti yang bersumber dari ajaran agama non islam. Pendekatan ini melihat
agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara hati-hati berdasarkan
sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di dalamnya. Fenomenologi
agama muncul dalam upaya untuk menghindari pendekatan-pendekatan yang sempit.
Dari
pembicaraan beberapa tokoh yang telah diuraikan diatas, setidaknya fenomenologi
agama dapat dipetakan dalam tiga arus besar yaitu:
(1) fenomenologi agama diartikan sebagai
sebuah investigasi terhadap fenomena-fenomena atau objek-objek, fakta-fakta dan
peristiwa agama yang bisa diamati;
(2) fenomenologi diartikan sebagai sebuah
kajian komparatif dan klasifikasi tipe-tipe fenomena agama yang berbeda; dan
(3) fenomenologi agama diartikan sebagai
metode khusus dalam kajian-kajian agama.7
- Langkah-langkah Metodis Fenomenologi
1. Mengklasifikasikan fenomena keagamaan
dalam kategorinya masing-masing seperti kurban, sakramen, tempat-tempat suci,
waktu suci, kata-kata atau tulisan suci, dan mitos. Hal ini dilakukan untuk
dapat memahami nilai dari masing-masing fenomena.
2. Melakukan interpolasi dalam kehidupan
pribadi peneliti, dalam arti seorang peneliti dituntut untuk ikut membaur dan
berpartisipasi dalam sebuah keberagamaan yang diteliti untuk memperoleh
pengalaman dan pemahaman dalam dirinya sendiri.
3. Melakukan “epochè” atau menunda
penilaian dengan cara pandang yang netral.
4. Mencari hubungan struktural dari
informasi yang dikumpulkan untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai aspek terdalam suatu agama.
5.
Tahapan-tahapan
tersebut menurut Van der Leeuw secara alami akan menghasilkan pemahaman yang
asli berdasarkan “realitas” atau manifestasi dari sebuah wahyu.8
- Contoh pendekatan fenomenologi
Para wali dan sunan dalam membentuk corak kebudayaan yang lama tidak
dihilangkan dengan alasan agar masyarakat tidak terlalu kaget dengan perubahan.
Dengan demikian, ajaran Islam dapat diterima dengan mudah dan tanpa ketakutan.
Unsur-unsur tradisi masih melekat dapat dirasakan hingga sekarang, di antaranya
acara tahlilan, berziarah, sekatenan, dan grebeg mulud.
1. Tahlilan
Tahlilan adalah acara doa bersama yang diadakan di rumah keluarga orang
yang meninggal, yang diikuti oleh keluarga yang berduka, para tetangga, dan
sanak-saudara orang yang meninggal. Tahlilan dimulai pada hari di mana orang
bersangkutan meninggal, biasanya pada malam hari setelah salat magrib atau
isya. Dalam pelaksanaannya, dibacakan ayat-ayat dari Al-Quran, terutama Surat
Yaasin dari ayat pertama hingga terakhir, doa-doa agar sang almarhum atau
almarhumah diampuni segala dosanya dan diterima amal-ibadahnya, serta salawat
(salam) terhadap Nabi Muhammad beserta para kekuarganya, sahabatnya, dan
para pengikutnya.
Acara tahlilan ini lazimnya diselenggarakan selama tujuh hari berturut-turut.
Setelah itu, diadakan pula tahlilan untuk memperingati 40 bahkan hingga 1.000
hari kematian almarhum/almarhumah. Peringatan 7, 40, dan 100 hari merupakan
tradisi Indonesia pra-Islam, yakni budaya lokal yang telah bersatu dengan
tradisi Hindu-Buddha. Pada zaman
Majapahit, penghormatan terhadap orang yang meninggal dilakukan secara
bertahap, yakni pada hari orang bersangkutan meninggal, 3 hari kemudian, 7 hari
kemudian, 40 hari kemudian, 1 tahun kemudian, 2 tahun kemudian, dan 1000 hari
kemudian. Terlihat bahwa acara tahlilan tak sepenuhnya ajaran murni Islam. Nabi
Muhammad tak pernah mengadakan acara tahlilan bila ada yang meninggal,
melainkan hanya mendoakan agar orang meninggal tersebut diampuni dosanya dan
diterima keimanan Islamnya.
2. Ziarah
Dalam agama Islam dikenal tradisi ziarah, yakni berkunjung ke makam atau
kuburan untuk mendoakan almarhum/almarhumah agar iman Islamnya diterima oleh
Sang Pencipta dan dihapuskan segala dosa yang pernah dilakuan selama hidupnya.
Namun, pada perkembangannya di Indonesia, tradisi ziarah ini disisipi oleh
kehendak-kehendak lain yang tak ada hubunganya dalam konteks keislaman.
Tradisi berziarah Islam bercampur padu dengan tradisi pemujaan terhadap
roh nenek-moyang atau dewa-dewa Hindu-Buddha, dan hasilnya adalah sang
penziarah bukannya mendoakaan arwah yang meninggal akan tetapi memiliki tujuan
lain, di antaranya meminta kekuatan gaib kepada roh nenekmoyang atau arwah
tokoh-tokoh penting dan keramat. Tak jarang, makam para wali di Jawa banyak
dikunjungi oleh mereka yang memintai ”petunjuknya” kepada roh sang wali yang
telah meninggal. Padahal dalam pandangan Islam, orang yang sudah meninggal itu
tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk memberikan bantuan kepada orang yang
masih hidup, seperti memberikan kekayaan, jabatan, pangkat, kekebalan tubuh,
atau yang lainnya. Maka dari itu, ada orang yang menyebut ziarah sebagai nyadran
atau nyekar. Tradisi nyekar ini merupakan peninggalan prasejarah
yang paling kental dalam tradisi Islam sekarang.
Alkisah, pada tahun 1284 Saka atau 1362 M, Raja Majapahit, Hayam Wuruk
melakukan acara srada untuk memperingati wafatnya Rajapatni. Tradisi
penghormatan terhadap roh nenek moyang terasa masih sangat kental, walaupun
sudah masuk agama Hindu-Buddha. Di saat masuknya agama Islam, upacara seperti
ini tidak hilang malah dibumbui dengan unsur-unsur Islam. Acara srada dalam
bahasa Jawa sekarang adalah nyadran dilakukan pada bulan arwah (Ruwah)
atau disebut pula Syaban untuk menjemput datangnya bulan Ramadhan serta pada
hari raya Idul-Fitri dan Idul Adha (Lebaran Haji). Para penziarah mulanya
membacakan doa-doa dan Surat Yaasin dari Al-Quran. Setelah itu mereka
menaburkan bebungaan berwarna-warni dan mengucurkan air tawar yang telah diberi
bacaan/doa di atas tanah makam yang dimaksud.
3. Sekatenan
dan Grebeg Maulid
Upacara sekatenan diciptakan Sunan Bonang dalam rangka menyambut hari
Maulud Nabi Muhammad Saw. yang jatuh pada bulan Rabiul Awal tahun Hijriah.
Jadi, sekatenan merupakan bagian dari acara grebeg Maulud. Sunan
Bonang, seperti Sunan Kalijaga, menggunakan pertunjukan wayang sebagai media
dakwahnya. Lagu gamelan wayang berisikan pesan-pesan ajaran agama Islam. Setiap
bait diselingi ucapan syahadatain yang kemudian dikenal dengan istilah
sekaten. Dalam tradisi sekatenan, semua pihak diharapkan
keikutsertaannya, dari raja, abdi dalem istana, pasukan kerajaan, hingga rakyat
kecil. Mereka berada di jalan guna berebutan berkah yang berupa nasi dan
laukpauk berikut sayur mayurnya untuk dinikmati.
- Kelemahan dan kelebihan pendekatan fenomenologi
Fenomenologi
sebagai metode berpikir merupakan suatu yang progresif karena usahanya untuk
mengembalikan hal-hal yang hakiki yang bersangkutan dengan kehidupan manusia.
Pemikiran Husserl telah memberi dorongan yang sangat penting. Fenomenologi
telah dibangun atas rasa tanggungjawab, bahkan pemahaman.
Kelebihan
fenomenologi agama memahami dan mencari hakikat keberagamaan. Pencarian hakikat
yang merupakan unsur universal agama-agama, akan dapat memahami kesamaan
hakikat agama-agama. Pada fakta yang terjadi sekarang, dimana dunia sudah masuk
era pluralisme dan multikulturalisme, kelebihan-kelebihan fenomenologi agama
dapat membantu menciptakan sikap-sikap terbuka, toleran dan menghargai para
penganut agama yang berbeda-beda serta diperoleh pemahaman
yang utuh mengenai objek yang diamati.
Namun
fenomenologi khususnya Husserl fenomenologi masih terperangkap dalam konsep
paradigma. Husserl ketika membicarakan tentang "sumber terakhir dari
segala pemahaman," ia berkata : sumber itu bernama moi-meme (saya sendiri). Ini berarti ia melupakan pekerjaan
kolektif dari pembentukan alam objek dan sejarah. Pada konsepnya "Aku transcendental" membuat Husserl
terlampau larut ke dalam masalah kesadaran, sehingga melupakan eksistensi yang
kongkret sehingga yang diperolehnya hanya gambaran yang ideal dan abstrak
tentang manusia.
Fenomenologi
menganggap kesadaran sebagai pusat kenyataan, dan menjadikan totalitas muatan
yang berasal dari imajinasi sebagai muatan realisme. Selanjutnya,
fenomenologi memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek
yang diamati, sehingga jarak antara subjek dan objek yang diamati kabur atau
tidak jelas. Dengan demikian, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan
cenderung subjektif, yang hanya berlaku pada kasus tertentu, situasi dan kondisi
tertentu, serta dalam waktu tertentu. Dengan ungkapan lain, pengetahuan atau
kebenaran yang dihasilkan tidak dapat digeneralisasi.
Bab III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendekatan fenomenologi
adalah study pendekatan agama dengan cara memperbandingkan berbagai macam
gejala dari bidang sama antara berbagai macam agama, misalnya cara penerimaan
penganut, doa- doa, upacara penguburan dan sebagainya. Yang di coba diperoleh
di sisi adalah hakikat yang sama dari gejala- gejala yang berbeda.
Fenomenologi agama pada
awal kemunculannya bertujuan memperoleh pengatahuan tentang gejala-gejala
agama. Kemudian berusaha memahaminya, dan pada akhirnya menemukan esensi
(wussen) agama.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens,K.
Filsafat Barat dalam Abad XX, Jakarta: PT. Gramedia, 1981
Ngainun,naim.
Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta: Teras, 2009.
Connolly,peter.
Aneke Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta:Lkis Yogyakarta.2009
Abdul
halim mahmud,ali. Tradisi Baru Penelitian Agama. Bandung:Nuansa.2001
Hanafi,hasan.
Islamplogi 2. Yogyakarta: Lkis.2004
Baidhawy,Zakiyuddin.
Studi Islam Pendekatan dan Metodologi. Yogyakarta: Insan Madani.2011
Hadiwijono,harun, Sari Sejarah Filsafat
Barat 2,Yogyqakarta:Kanisius,1980
Rita
Christina Maukar, Fenomenologi Agama PPT (http://www.google.com diakses
9 mei 2013
http://nelysasax.blogspot.com/2010/03/kajian-atas-karya-annimarie-schimmel.html
https://www.google.com/#hl=en&biw=1280&bih=567&sclient=psyab&q=tinjauan+kritis+atas+pemikiran+schemmel&oq=tinjauan+kritis+atas+pemikiran+schemmel&gs
1 K. Bertens, Filsafat Barat dalam Abad XX, Jakarta:
PT. Gramedia, 1981, hlm. 109
4 Ali abdul halim mahmud.
Tradisi Baru Penelitian Agama. Bandung:Nuansa.2001.hlm.220
[5] Baidhawy,Zakiyuddin.
Studi Islam Pendekatan dan Metodologi. Yogyakarta: Insan Madani.2011.hlm.283-284
6 https://www.google.com/#hl=en&biw=1280&bih=567&sclient=psyab&q=tinjauan+kritis+atas+pemikiran+schemmel&oq=tinjauan+kritis+atas+pemikiran+schemmel&gs
7 ibid
8https://www.google.com/#hl=en&biw=1280&bih=567&sclient=psyab&q=tinjauan+kritis+atas+pemikiran+schemmel&oq=tinjauan+kritis+atas+pemikiran+schemmel&gs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar